Hotel Des Galeries, Jejak Kemegahan Batavia yang Semakin Menghilang


JAKARTA, bangunan megah yang dulunya menjadi simbol kemewahan Batavia kini berubah menjadi ruang mati yang sunyi dan tanpa fungsi. Hotel Des Galeries terletak di Jalan Hayam Wuruk, Gambir, Jakarta Pusat, tepat di seberang Halte Transjakarta Harmoni, salah satu titik transit tersibuk di Jakarta. Meski posisinya strategis, bangunan ini kini tampak memprihatinkan dengan dinding yang dipenuhi jamur, cat terkelupas, dan coretan semprot warna-warni.

Sejarah Hotel Des Galeries bermula pada tahun 1930 ketika dibangun oleh seorang pengusaha Arab sebagai bentuk perlawanan terhadap diskriminasi yang dialaminya di Hotel des Indes, hotel paling prestisius di Batavia kala itu yang hanya menerima tamu Eropa. Arsiteknya, E.G.H. Cuypers, merancang bangunan ini dengan gaya neo-gothic yang mencolok dengan menara runcing, jendela melengkung, dan balkon berbalustrade. Namun, kebesarannya perlahan memudar seiring waktu.

Hotel yang sempat berganti nama menjadi Hotel Gayatri pada era 1970-an, lalu jatuh ke tangan Bank Arta Prima pada 1991, kini tidak lagi beroperasi. Sejak 2013, bangunan tersebut berpindah ke tangan perseorangan dan dibiarkan kosong. Fasad putih yang dulu berkilau telah berubah menjadi lapisan cat kusam yang terkelupas, memperlihatkan beton tua di bawahnya. Bagian menara dan parapet yang dahulu gagah kini ditumbuhi lumut dan tanaman liar.

Suasana di sekitarnya terasa paradoksal. Dari sisi timur bangunan, deru kendaraan tak pernah berhenti. Gedung-gedung modern menjulang di kejauhan menandai wajah metropolitan yang terus bergerak maju. Namun di antara itu semua, Hotel Des Galeries berdiri seperti kapsul waktu yang tertinggal di tengah kota yang terus berubah.

Trotoar di bawah naungan bangunan kini lebih sering dijadikan tempat parkir ojek online dan warung tenda musiman. Ruko-ruko di lantai dasar tertutup rapat dengan pintu besi berkarat. Dindingnya penuh coretan grafiti, dan bagian langit-langitnya menghitam karena lembap dan berdebu. Seorang penjaga yang enggan disebutkan namanya menyampaikan bahwa sejak 2010, tidak ada yang boleh masuk, baik turis, peneliti, atau wartawan.

Meskipun tertutup, area luar hotel sering dijadikan lokasi pemotretan dan tempat bersantai warga. Pernah ada yang foto prewedding di depan sini. Ada juga yang ingin bikin pesta kecil, tapi penjaga melarangnya.

Bagi warga lama seperti Lilis (64), perubahan itu terasa sangat nyata. Ia mengatakan, dulu waktu ia muda, hotel itu megah banget. Kalau malam, lampunya terang, tamunya orang Belanda atau bule. Sekarang, lihat aja, kayak bangunan hantu. Ia berharap pemerintah tidak membiarkan bangunan itu runtuh sendirian.

Pengemudi ojek online Ipul (33) yang sudah dua tahun mangkal di depan bangunan itu juga melihat bangunan itu punya daya tarik tersendiri. Ia berharap jika dibenerin, bisa dijadikan kafe atau tempat nongkrong.

Kawasan di sekitar bekas Hotel Des Galeries kini menjadi semacam ruang publik tak resmi. Pada siang hari, ojek daring, pedagang kaki lima, dan pemulung memanfaatkannya untuk aktivitas singkat. Namun malam hari, suasananya berubah. Sejumlah warga mengaku sering melihat anak muda nongkrong sambil mencoret-coret dinding. Kadang juga muncul bau tidak sedap dari sisa makanan atau sampah yang ditinggalkan.

Belum Ada Langkah Revitalisasi
Meski menjadi bangunan ikonik di jantung Ibu Kota, status hukum dan rencana pemanfaatan Hotel Des Galeries masih belum jelas. Ketua Subkelompok Penggunaan Bangunan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta Kartika Andam Dewi menyampaikan, belum ada pengajuan izin baru untuk perbaikan atau pembangunan di lokasi tersebut. Sementara itu, Linda Enriany, Kepala Bidang Perlindungan Kebudayaan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, menjelaskan bahwa hotel tersebut bukan milik pemerintah, melainkan swasta.

Ahli: Potensi Revitalisasi Harus Didorong
Dalam penelitian berjudul Upaya Pelestarian Arsitektur Hotel Des Galeries Batavia di Harmoni (Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 2021), para peneliti menyoroti pentingnya langkah konkret untuk menyelamatkan bangunan ini. Revitalisasi dinilai sebagai opsi ideal, yakni menghidupkan kembali fungsi bangunan tanpa menghapus nilai sejarahnya.

Antara Pelestarian dan Pengabaian
Pengamat budaya dan Sejarawan, Asep Kambali, menilai kasus Hotel Des Galeries menggambarkan dilema klasik antara kepemilikan swasta dan tanggung jawab publik. Menurut dia, pemerintah bisa melakukan pendekatan kolaboratif dengan pemilik untuk menciptakan win-win solution.

Menunggu Hidup Kembali
Kini, Hotel Des Galeries berdiri sunyi di tengah simpang lima Harmoni, dikelilingi suara klakson, proyek beton, dan hiruk pikuk kota yang tak pernah tidur. Di balik pagar besinya, waktu seolah berhenti. Bagi sebagian orang, bangunan itu hanya reruntuhan tua. Namun bagi warga seperti Lilis, bagi para pengemudi seperti Ipul, dan bagi siapa pun yang memandangi menara runcingnya saat lampu senja memantul di kaca yang pecah, Des Galeries tetap menyimpan pesona. “Jakarta boleh modern, tapi jangan sampai lupa sama sejarahnya,” ujar Lilis pelan, menatap bangunan yang dulu disebut “hotel bule” itu.

0 Response to "Hotel Des Galeries, Jejak Kemegahan Batavia yang Semakin Menghilang"

Posting Komentar