Kasus Dokter Spesialis Anak di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang Memasuki Tahap Persidangan
Kasus dugaan malpraktik yang melibatkan dr. Ratna Setia Asih, dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Depati Hamzah Pangkalpinang, kini memasuki babak baru. Perkara ini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Babel setelah penyidik Polda Babel menyerahkan berkas perkara dan tersangka beserta barang bukti.
Pada Kamis (20/11), dr. Ratna Setia Asih digiring keluar dari gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Babel dengan mengenakan pakaian tahanan berwarna oranye dan wajah tertutup masker. Ia didampingi oleh penasihat hukumnya, Hangga Ofandany SH, yang tampaknya terlihat tenang namun masih terlihat ada ketegangan dalam wajahnya.
Berkas perkara ini disebut telah lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Babel pada 27 Oktober 2025 lalu. Penyerahan tersangka dan barang bukti atau dikenal sebagai tahap II menjadi titik balik krusial dalam kasus ini. Ini menandai berakhirnya drama panjang di ranah penyelidikan kepolisian dan dimulainya perjuangan baru di panggung pengadilan.
Proses Hukum dan Pengajuan Praperadilan
Sementara itu, tersangka dr. Ratna melalui penasihat hukumnya, Hangga Ofandany SH, mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Pangkalpinang terkait perkara yang saat ini masih berjalan dan sudah memasuki tahap II. Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya suatu tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum.
“Sudah kita ajukan (praperadilan), masih menunggu nomor registrasinya. Kemungkinan besok (Jumat) keluar dari pengadilan,” kata Hangga kepada Erfa News melalui sambungan telepon, Kamis (20/11) sore.
Upaya Damai melalui Restorative Justice
Hangga juga mengatakan pihaknya pernah berupaya melakukan restorative justice (RJ) kepada keluarga pasien. Namun, hingga berkas perkara dilimpahkan dari penyidik Ditreskrimsus Polda Babel ke Kejati hingga Kejari Pangkalpinang, tidak ditemukan titik kesepakatan antara kedua belah pihak.
“Iya, normal juga tahapan waktunya. Memang pendekatannya harus RJ (restorative justice). Makanya agak lama karena RJ, tapi RJ-nya tidak ketemu dan tidak mungkin dipenuhi,” bebernya.
Tidak Dilakukan Penahanan
Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intelijen) Kejari Pangkalpinang, Anjasra Karya, membenarkan bahwa tersangka telah mengajukan permohonan untuk tidak dilakukan penahanan ke JPU Kejati Babel melalui penasihat hukumnya. Menurut Anjasra, dr. Ratna tidak dilakukan penahanan baik saat penanganan kasus di Polda maupun Kejaksaan.
“Nah, tadi penasihat hukumnya juga mengajukan permohonan untuk tidak dilakukan penahanan, dikarenakan tersangka masih dibutuhkan di pelayanan kesehatan anak sebagai dokter spesialis anak di UPT RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang,” jelasnya.
Perhatian dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Pelimpahan kasus dr. Ratna mendapat perhatian Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dokter Arinal, Sp.DVE mewakili pengurus IDI Babel, menyampaikan bahwa IDI sebagai organisasi profesi dokter Indonesia senantiasa memberikan bantuan baik moril maupun materil terhadap permasalahan yang sedang dialami sejawat.
“Kami mohon dukungan dan doa dari kita semua agar permasalahan ini dapat terselesaikan dengan baik, dan dr. Ratna Sp.A dapat kembali beraktivitas dengan tenang dalam memberikan pelayanan kepada pasien,” imbuhnya.
Kronologi Awal Kasus
Kasus ini bermula dari kematian Aldo yang dilaporkan orang tuanya, Yanto, warga Desa Terak, Kecamatan Simpang katis, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ke Polda Babel pada 12 Desember 2024. Dalam penanganan laporan itu, Dokter Ratna sudah beberapa kali menjalani pemeriksaan hingga ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Juni 2025.
Wawancara dengan Keluarga Mendiang Aldo
Erfa News pada Juli 2025 sempat menghadirkan program Saksi Kata yang secara eksklusif menghadirkan Yanto, ayah dari almarhum Aldo, untuk menceritakan kronologi kejadian yang dialami putranya. Dalam wawancara tersebut, Yanto menyampaikan kronologi peristiwa yang kemudian merenggut nyawa anak laki-lakinya tersebut.
Berikut petikan wawancara eksklusif dalam Saksi Kata tersebut:
-
Q: Bagaimana awal cerita, rentetan kejadian bisa terjadi? A: Pertama yang kami lihat dan kami rasa, anak kami Aldo ini sakit demam biasa dan kami pun menganggap dengan biasa. Hari ketiga saya bawa ke dokter praktek, terus sudah minum obat tidak kunjung reda demamnya. Besoknya saya ganti ke dokter lain, terus obat dari dakter lain tidak kunjung reda. Jadi rencana kami mau ke dokter lagi untuk rawat ini. Hari ke 4 kami datang lagi ke dokter, saat tiba Aldo di ambil darah, hasil secara detail juga kurang paham, tapi secara sederhana dokter menjelaskan Aldo dehidrasi. Setelah itu saya tanya, ada kekurangan cairan jadi anak ini lemas, jantungnya tidak stabil. Rencana kami mau rawat inap, kemudian disarankan karena kurang lengkap alat disitu. Tidak ada perasaan apa-apa, kami cari rumah sakit terdekat ke RSUD Depati Hamzah, karena maaf memang sebelumnya belum pernah berobat kesitu. Tapi melihat kondisi Aldo, saya bawa ke RSUD dengan hasil tes darahnya. Waktu itu di bulan November tanggal 30 tahun 2024, jam perkiraan kurang lebih 11 siang. Anak kami di bawa ke UGD, ditangani dokter disitu, hasil tes darah kami serahkan, kemudian merujuk ke Jantung. Di tes lagi oleh mereka, ke Jantung lagi diagnosanya. Awalnya saya tidak tahu juga obat apa yang di kasih, karena disuntik di infus. Perasaan saya langsung was-was, kemudian saya bertanya, dijelaskan untuk memacu detak jantung Aldo karena anak ini detak jantungnya kurang.
-
Q: Kurang ini seperti apa? A: Lebih lambat, karena kata mereka atlit pun kalau habis olahraga tidak begini detak jantungnya, jadi obat itu untuk menaikkan detak jantung. Saya percaya-pecaya saja, tapi khwatir itu ada.
-
Q: Keraguan apa lagi selain hal itu? A: Jadi mereka di UGD itu memberikan obat untuk menaikkan detak jatung, saya lihat di monitor itu memang naik detak jantungnya. Saya kemudian bertanya, normalnya di angka berapa detak jantungnya, dia bilang 90 sampai 100. Setelah itu Aldo pindah ke ruang inap, di cek lagi detak jantung turun lagi. Jadi mereka kasih lagi obat yang sama seperti saat di UGD. Terus naik lagi detak jantungnya, kemudian saya tanya sebenarnya anak saya sakit apa, karena saya khawatir. Saat saya tanya dokter yang menangani ini memang dokter spesialis anak, spesialis jantung. Pikiran saya waktu itu satu dokter, dokter siapa, tapi tidak dijawab langsung.
0 Response to "Kronologi Lengkap Kasus Dr Ratna Setia Asih Sp.A: Damai Tapi Tak Sepakat, Kini ke Pengadilan"
Posting Komentar