Bandung Alokasikan Rp300 Miliar untuk Tangani Sampah, Target 15 Insinerator

Bandung Masih Hadapi Masalah Sampah, Pemkot Berupaya Membebaskan Kota dari Status Darurat

Kota Bandung masih menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah. Kementerian Lingkungan Hidup telah memberikan label darurat sampah terhadap kota ini. Meski begitu, Pemerintah Kota Bandung mengalokasikan anggaran sebesar Rp 300 miliar atau 4% dari APBD 2025 yang senilai Rp 7,8 triliun untuk menangani masalah tersebut.

"Secara keseluruhan di APBD 2025 dan nanti di APBD 2026 kami konsisten, untuk sampah itu 4% dari APBD," ujar Wali Kota Bandung Muhammad Farhan saat berbicara dalam acara Siskamling Siaga Bencana di Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung, Selasa 18 November 2025.

Farhan menyatakan bahwa meskipun anggaran besar dialokasikan, kondisi di Kota Bandung masih belum sepenuhnya pulih. Namun, ia memastikan bahwa pihaknya sedang melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini. Salah satu langkah yang dilakukan adalah mengundang akademisi dan pengusaha yang memiliki ide-ide inovatif tentang pemilahan, pengolahan, pemanfaatan, dan pemusnahan sampah.

Pendekatan dari Hulu ke Hilir

Pemkot Bandung menangani masalah sampah dengan pendekatan dari hulu ke hilir. Di bagian hilir, sampah yang menumpuk di berbagai TPS secara bertahap dibersihkan sambil dilakukan revitalisasi pada beberapa TPS. "Kapan selesainya? Secepatnya, target waktunya adalah secepatnya," kata Farhan.

Di TPS yang berada di lingkungan pasar, seperti Pasar Gedebage dan Astana Anyar, fasilitas biodigester digunakan untuk mengolah sampah organik. Hal ini juga diterapkan di Pasar Caringin, yang dikelola oleh swasta dan bekerja sama dengan pihak ketiga untuk pengolahan sampah organik.

Penggunaan Insinerator

Di tempat lain seperti Tegallega, Babakansari, dan beberapa titik lainnya, Pemkot Bandung sudah menggunakan insinerator untuk pemusnahan sampah. Farhan menargetkan hingga akhir tahun ini ada 15 insinerator yang ditempatkan di berbagai titik. "Insinerator yang beroperasi di seluruh Bandung akan mencapai 15 unit, masing-masing kapasitasnya 10 ton. Namun, bukan berarti hari pertama dipasang langsung bisa mengolah 10 ton, karena butuh commissioning itu sekitar sebulan untuk mencapai full capacity 24 jam."

Program Segitiga dan Revitalisasi TPS

Di sektor hulu, program segitiga yang mengintegrasikan Kang Pisman (kurangi, pisahkan, dan manfaatkan sampah), Buruan Sae (urban farming), dan Dapur Sehat Atasi Stunting (Dapur Dahsat) sudah menjangkau hampir 500 RW di Kota Bandung. Farhan menargetkan jumlah RW tersebut bisa mencapai 1.000 RW pada Juni 2026.

Penutupan TPS di Kolong Jembatan Pasupati

Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) secara resmi menutup tempat penampungan sampah (TPS) di kolong Jembatan Prof. Mochtar Kusumaatmadja atau Pasupati di Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Selasa 18 November 2025. Penutupan TPS tersebut dilakukan setelah tumpukan sampah di lokasi tersebut dikosongkan total. Pengosongan TPS dilakukan DLH bersama dengan unsur kewilayahan, termasuk tim kebersihan Kelurahan Tamansari serta para RW setempat.

Masalah Sampah di Pasar Caringin

Tumpukan sampah kembali menjadi pemandangan di Pasar Induk Caringin, Kota Bandung. Kondisi kian memprihatinkan hingga viral di media sosial, terutama setelah beredar video genangan air hujan yang bercampur sisa buah-buahan mengalir di sela-sela kios. Warganet pun menjulukinya sebagai “sop buah”.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat Ai Saadiyah Dwidaningsih menegaskan, persoalan di Pasar Caringin bukan lagi sekadar urusan kebersihan harian, melainkan sudah masuk ranah penegakan hukum. "Pasar Caringin sudah dalam proses penyidikan Gakkum KLH sejak April 2025. DLH Jabar juga sudah beberapa kali dimintai keterangan, termasuk saya, PPLH, dan Ka UPTD PSTR," ujarnya.

Masalah sampah di kawasan pasar grosir itu sempat mereda setelah sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dijatuhkan. Namun ketertiban itu tidak bertahan lama. Dalam beberapa bulan, tumpukan sampah kembali muncul dan dinilai lebih parah dibanding sebelumnya.

Menurut Ai, akar persoalan bukan pada teknis pengangkutan sampah, melainkan tidak adanya keseriusan pihak pengelola dalam menjalankan kewajiban mereka. "Masalahnya karena pengelola tidak berkomitmen menyediakan sarana pengolah dan tidak mengelola sampah sebagaimana amanat aturan," ujarnya.

Ai menegaskan, urusan sampah pasar merupakan kewenangan pemerintah kota/kabupaten sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Pemerintah provinsi hanya berperan dalam koordinasi dan memberikan dukungan, termasuk menyerahkan dokumen-dokumen untuk proses penyidikan.

"Pemprov sudah turun menangani kasus Caringin sejak akhir 2024. Semua dokumen juga sudah disampaikan ke KLH," tuturnya.

Ia menyebut, pengelola Pasar Caringin sebenarnya sudah dikenai sanksi administratif oleh DLH Kota Bandung. Namun peringatan itu tidak membuat situasi berubah.

"Pengelola sudah diberi sanksi sesuai kewenangan kota, tetapi tidak ditindaklanjuti," kata Ai.

Melihat kondisi yang terus memburuk dan menimbulkan keresahan pedagang, DLH Jabar mendorong pemerintah kota mengambil langkah tegas. Penggantian pengelola disarankan menjadi pilihan untuk memperbaiki tata kelola sampah di pasar.

"Selain proses sanksi administratif dan pidana yang sedang berjalan, Pemkot Bandung sebaiknya segera mengganti pengelola sampah pasar. Perlu pembenahan dan penyiapan infrastruktur pengolahan sampah yang sesuai aturan," katanya.

0 Response to "Bandung Alokasikan Rp300 Miliar untuk Tangani Sampah, Target 15 Insinerator"

Posting Komentar